Breaking News

Monday, October 30, 2017

Kebijakan Cukai Hasil Tembakau 2018

Kebijakan Cukai Hasil Tembakau 2018
Pemerintah secara resmi mengumumkan kebijakan cukai di tahun 2018, salah satunya adalah kenaikan tarif cukai hasil tembakau dengan persentase tertimbang sebesar 10,04%. Kebijakan cukai hasil tembakau tahun 2018 memprioritaskan pada pengendalian atas konsumsi hasil tembakau dengan tetap memperhatikan aspek-aspek lainnya yaitu kondisi industri dan tenaga kerja, optimalisasi penerimaan perpajakan dari sektor cukai, serta peredaran rokok ilegal. Berita Terkini

Kenaikan tarif cukai hasil tembakau tahun 2018 mulai berlaku pada tanggal 01 Januari 2018. Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor PMK-146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, di mana persentase kenaikan tertimbang tarif cukai di tahun 2018 untuk jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) sebesar 10,9%, dan Sigaret Putih Mesin (SPM) sebesar 13,5% karena merupakan pabrikan besar dan merupakan industri padat modal. Sedangkan kenaikan tarif untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang merupakan industri padat karya ditetapkan hanya sebesar 7,3%, bahkan untuk SKT golongan IIIA tidak ada kenaikan tarif.

Keberpihakan pemerintah terhadap aspek tenaga kerja industri hasil tembakau (HT) juga ditunjukkan dengan mendekatkan secara bertahap tarif terendah untuk jenis SPM golongan II dengan tarif cukai tertinggi pada jenis sigaret tangan SKT golongan I yang tujuan akhirnya adalah tarif cukai untuk seluruh sigaret tangan menjadi lebih rendah dibandingkan dengan tarif cukai untuk sigaret mesin.

Sejalan dengan itu, kenaikan tarif cukai setiap tahunnya merupakan upaya nyata pemerintah dalam rangka pengendalian konsumsi untuk tujuan kesehatan masyarakat. Selama tiga tahun terakhir, produksi hasil tembakau berhasil ditekan dalam kondisi stagnan cenderung turun. Tahun 2016, produksi turun -1,8%, dan di tahun 2017 diproyeksikan akan kembali mengalami penurunan sekitar. Berita Terkini

-2,8%. Lebih lanjut dengan kenaikan tarif cukai hasil tembakau di tahun 2018 sebesar 10,04% diprediksi dapat kembali menurunkan produksi hasil tembakau sebesar -2,2% serta menurunkan prevalensi merokok hingga -0.4%. Penurunan prevalensi ini juga diharapkan diikuti dengan penurunan perokok usia di bawah 15 tahun dan perokok perempuan.

Penurunan produksi dan konsumsi hasil tembakau diharapkan berdampak positif terhadap pengurangan pengeluaran rumah tangga untuk membeli rokok serta pengurangan biaya kesehatan (klaim BPJS) atas penyakit yang ditimbulkan karena merokok.

Untuk mengantisipasi penurunan produksi yang diperkirakan akan menyebabkan penurunan permintaan bahan baku berupa tembakau dan ujungnya berdampak pada kesejahteraan petani tembakau, pemerintah akan melakukan optimalisasi pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT).

No comments:

Post a Comment

Adbox